“Jadi kalau sudah dikhitbah itu gimana sih, ukhti?”
“Eh?”
“Ya pengen tau aja. Kami kan gak ngerti.”
“Ngg… Kalau sudah dikhitbah, antara pihak perempuan dan pihak laki-laki berarti sudah sepakat mau menikah. Tapi keduanya tetep gak boleh berinteraksi gak penting kayak pacaran. Komunikasi seperlunya aja untuk keperluan persiapan menikah.”
“Oh..”
“Kalau sampai ada yang merasa setelah khitbah itu mereka bisa bebas kayak orang pacaran, berarti ya salah.”
…..
Percakapan tersebut terjadi di suatu siang. Saya paham benar mengapa mereka menanyakan hal tersebut. Ya, mereka mengetahui bahwa ada seseorang yang mereka anggap cukup bagus dalam pemahaman agama, (bahkan saya mengetahuinya sebagai seorang aktivis dakwah) namun berkomunikasi pada calon istrinya layaknya orang pacaran. Saling umbar panggilan sayang, kata-kata manis, dan semacamnya. Tambahan yang mungkin jadi sedikit pembeda dengan lainnya, yaitu saling memberi tausyiah.
Hei, bukankah dia paham agama? Berarti melakukan hal-hal seperti itu tidak apa-apa ya?
Itulah pemakluman yang akan muncul dari orang-orang sekitar. Seseorang yang terlihat bagus dalam beragama, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, akan menjadi cermin atau minimal sorotan yang lebih dibanding yang lain. Mereka telah membawa nama Islam dalam setiap aktivitasnya. Mereka bisa menjadi teladan yang baik, bisa juga menjadi contoh yang buruk tanpa mereka sadari.
Kembali ke masalah khitbah tadi. Saya sendiri tidak tahu apa hubungan antara ikhwan teman saya tadi dengan akhwat yang ia sebut-sebut sebagai calon istrinya. Entah memang sudah dikhitbah, atau hanya janji biasa untuk saling menunggu beberapa tahun lagi. Apapun itu, selagi belum ada akad nikah yang merupakan ikatan yang kuat (mitsaqon gholidoh), tak layak antara dua pihak untuk merasa saling memiliki sehingga bisa berinteraksi sebebas-bebasnya.
Seorang ustadz pernah berkata : pinangan adalah tanda kesepakatan untuk menikah. Tidak ada tanggung jawab apa-apa dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Seorang wanita yang sudah dipinang, maka ia tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain. Kecuali bila laki-laki yang meminang pertama membatalkan pinangannya. Karena pinangan adalah kesepakatan, maka bila ada salah satu pihak ingin menggagalkan kesepakatan tersebut boleh, tapi harus diberitahukan kepada pihak lain. Seorang lelaki yang sudah meminang seorang wanita tidak ada kewajiban apa-apa terhadap wanita tersebut, seperti nafkah dll. Dia hanya menjaga janji untuk menikahi tersebut. Laki-laki dan perempuan yang dalam status dalam pinangan, maka ia masih orang asing. Hukumnya masih haram seperti laki-laki dan perempuan asing.
Jadi sudah jelas, selagi orang lain itu masih berstatus sebagai calon pasangan, berarti mereka masih menjadi orang asing. Mau apapun yang dijadikan alasan bagi mereka untuk bisa berduaan, seperti mengajari sholat yang benar, membaca Qur’an dengan tajwid yang benar, menyampaikan materi-materi tentang Islam, tetap saja tidak boleh. Mengapa harus dia yang mengajari secara intens? Mengapa berduaan? Di dunia ini, orang yang paham agama dan peduli untuk mengajari masih sangat banyak. Cara untuk mengajari dengan baik (bila nonmahrom) pun masih sangat banyak.
Mungkin ini salah kita juga, khususnya saya, yang tidak peka dengan lingkungan sekitar. Sibuk menjadi pribadi yang shalih, namun lupa untuk menshalihkan (muslih). Saatnya bagi kita untuk bersama-sama mengintrospeksi diri.
….
Jika anda yang membaca tulisan ini adalah orang yang merasa berada di posisi yang sama dengan teman saya yang bertanya di awal tadi, maka ketahuilah, menuju jenjang pernikahan bukan begitu caranya. Banyak orang yang sudah paham agama, namun susah untuk mengaplikasikannya
Jika anda yang membaca tulisan ini adalah orang yang merasa berada di posisi yang sama dengan teman saya yang sudah memiliki calon pasangan, apalagi dianggap “alim”, maka ingatlah, anda tengah membawa bendera Islam. Mungkin dianggap sebagai aktivis dakwah, menjadi contoh bagi orang-orang sekitar. Jadi, tinggalkan apa yang keliru. Laksanakan yang sesuai syari’at. Jemputlah jodohmu dengan cara yang benar hingga cinta itu berbuah surga.